PEMUDA DAN SOSIALISASI

PEMUDA DAN SOSIALISASI

KARYA TULIS ILMU SOSIAL DASAR

Oleh :
FANIA AISYAH PUSPA CHAIRANI

UNIVERSITAS GUNADARMA
Tahun 2013



BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Pemuda adalah penerus bangsa ini. Namun, pemuda-pemuda Indonesia yang sebagian besar masih dalam masa-masa remaja terbilang labil dalam membuat suatu keputusan. Masa remaja adalah masa transisi dan secara psikologis sangat problematis, masa ini memugkinkan mereka berada dalam anomi (keadaan tanpa norma dan hukum). Akibat kontradiksi norma maupun orientasi mendua.
Dalam keadaan demikian, seringkali muncul prilaku menyimpang atau kecenderungan melakukan pelanggaran. Kondisi ini juga memungkinkan mereka menjadi sasaran pengaruh media massa.
Masyarakat, yang diharapkan mampu memberikan jawaban terhadap permasalahan pemuda Indonesia masa kini, salah satunya dengan cara menciptakan lingkungan yang kondusif dan sosialisasi yang baik.
Penulis menggunakan tema keterkaitan pemuda dan sosialisasi dalam karya tulis yang berjudul “Pemuda dan Sosialisasi”. Dalam karya tulis ini penulis membahas tentang pengertian, fungsi, dan keterkaitan antara pemuda dan sosialisasi dengan lebih lengkap dan jelas. Untuk pembahasan lebih lanjut akan dibahas pada bab selanjutnya.




Depok, November 2013
Penulis



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pemuda
Pemuda adalah golongan manusia-manusia muda yang masih memerlukan pembinaan dan pengembangan kearah yang lebih baik, agar dapat melanjutkan dan mengisi pembangunan yang kini telah berlangsung.
Pemuda adalah suatu generasi yang dipundaknya terbebani bermacam-macam harapan terutama dari generasi lainnya (MKDU Ilmu Dasar Sosial, 1997).
Pemuda Indonesia dalam pengertian adalah manusia-manusia muda, akan tetapi di Indonesia ini sehubungan dengan adanya program pembinaan generasi muda pengertian pemuda diperinci dan tersurat dengan pasti.
Hal ini dapat dimegerti karena pemuda diharapkan sebagai generasi penerus, generasi yang akan melanjutkan perjuangan generasi sebelumnya, generasi yang harus mengisi dan melangsungkan estafet pembangunan secara terus menerus.
Pengertian pemuda berdasarkan umur dan lembaga serta ruang lingkup tempat pemuda berada terdiri atas 3 katagori yaitu :
1.        Siswa, usia antara 6 – 18 tahun, masih duduk di bangku sekolah
2.        Mahasiswa usia antara 18 – 25 tahun beradi di perguruan tinggi dan akademi
3.        Pemuda di luar lingkungan sekolah maupun perguruan tinggi yaitu mereka yang berusia 15 – 30 tahun keatas.
Pemuda adalah semangat untuk berkarya. Seratus tahun yang lalu, kita mengenal Budi Oetomo sebagai organisasi intelektual bangsa yang mengubah cara Indonesia untuk merebut hakekat kemerdekaannya. Enam puluh tiga tahun yang lalu, pemuda dengan keberaniannya mendesak Soekarno dan Moch. Hatta untuk memproklamasikan kemerdekaan negeri kita tercinta ini. Dan Enam puluh tiga tahun satu bulan yang lalu, Bung Tomo dengan semangat kepemudaannya berkoar di kota Surabaya dan meneriakkan kalimat, “Merdeka atau Mati”. Namun, tiga minggu yang lalu lebih dari 83,2 persen koresponden Indonesia menyatakan, kini jiwa kepahlawanan dan semangat kepemudaan telah luntur dan disalahartikan. Betapa ironi sekali negara ini. Kemana Indonesia akan bisa melangkah? Krisis kepemudaan telah melanda negeri ini. Indonesia kini sangat susah untuk melahirkan Soekarno-soekarno baru.
Krisis kepemudaan ini harus segera ditindaklanjuti, kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan di kampus harus mampu menimbulkan percikan-percikan semangat baru, semangat kepahlawanan pemuda, yang dapat diwujudkan dengan semangat berkarya untuk bangsa. Sumpah Pemuda adalah contoh karya nyata yang dibuat oleh pemuda dan pemudi dari seluruh Indonesia pada tahun 1928 yang lalu.

B.     Peran Pemuda
Didasarkan atas usaha pemuda untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-tuntutan lingkungan. Pemuda dalam hal ini dapat berperan sebagai berikut:
1.      Penerus tradisi dengan jalan menaati tradisi yang berlaku.
2.      Menolak menyesuaikan diri dengan  lingkungan. Peran pemuda jenis ini dapat dirinci dalam tiga sikap, yaitu :
a)      Jenis pemuda “pembangkit” mereka adalah pengurai  atu pembuka kejelasan dari suatu masalah sosial. Mereka secara tidak langsung ktu mengubah masyarakat dan kebudayaan.
b)     Pemuda ”pdelinkeun” atau pemuda nakal. Mereka tidak berniat mengadakan perubahan, baik budaya maupun pada masyarakat, tetapi hanya berusaha memperoleh manfaat dari masyarakat dengan melakukan tindakan menguntungkan bagi dirinya, sekalipun dalam kenyataannya merugikan.
c)      Pemuda ”radikal”. Mereka berkeinginan besar untuk mengubah masyarakat dan kebudayaan lewat cara-cara radikal, revolusioner.
d)      
C.    Kedudukan Pemuda Dalam Masyarakat
Pemuda dalam masyarakat memiliki kedudukan tertentu yang sangat penting dalam sosialisasi masyarakat, antara lain sebagai berikut:
1.      Sebagai mahluk moral artinya beretika, bersusila, dijadikan sebagai barometer moral kehidupan bangsa dan pengoreksi.
2.      Sebagai mahluk sosial artinya pemuda tidak dapat berdiri sendiri, hidup bersama-sama, dapat menyesuaikan diri dengan norma-norma, kepribadian, dan pandangan hidup yang dianut masyarakat.
3.      Sebagai mahluk individual artinya tidak melakukan kebebasan sebebas-bebasnya, tetapi disertai ras tanggung jawab terhadap diri sendiri, terhadap masyarakat, dan terhadap Tuhan Yang maha Esa.

D.    Pengertian Sosialisasi
Sosialisasi adalah sebuah proses penanaman atau transfer kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam sebuah kelompok atau masyarakat. Sejumlah sosiolog menyebut sosialisasi sebagai teori mengenai peranan (role theory). Karena dalam proses sosialisasi diajarkan peran-peran yang harus dijalankan oleh individu.
Ada dua tipe sosialisasi. Kedua tipe sosialisasi tersebut adalah sebagai berikut:
1.      Formal
Sosialisasi tipe ini terjadi melalui lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara, seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
2.    Informal
Sosialisasi tipe ini terdapat di masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di dalam masyarakat.
Baik sosialisasi formal maupun sosialisasi informal tetap mengarah kepada pertumbuhan pribadi anak agar sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku di lingkungannya. Dalam lingkungan formal seperti di sekolah, seorang siswa bergaul dengan teman sekolahnya dan berinteraksi dengan guru dan karyawan sekolahnya. Dalam interaksi tersebut, ia mengalami proses sosialisasi. dengan adanya proses soialisasi tersebut, siswa akan disadarkan tentang peranan apa yang harus ia lakukan. Siswa juga diharapkan mempunyai kesadaran dalam dirinya untuk menilai dirinya sendiri. Misalnya, apakah saya ini termasuk anak yang baik dan disukai teman atau tidak? Apakah perliaku saya sudah pantas atau tidak?
Meskipun proses sosialisasi dipisahkan secara formal dan informal, namun hasilnya sangat suluit untuk dipisah-pisahkan karena individu biasanya mendapat sosialisasi formal dan informal sekaligus.

E.     Pola sosialisasi
Sosialisasi dapat dibagi menjadi dua pola, pola tersebut antara lain sebagai berikut:
1.      Sosialisasi represif
Sosialisasi represif (repressive socialization) menekankan pada penggunaan hukuman terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada penggunaan materi dalam hukuman dan imbalan. Penekanan pada kepatuhan anak dan orang tua. Penekanan pada komunikasi yang bersifat satu arah, nonverbal dan berisi perintah, penekanan sosialisasi terletak pada orang tua dan keinginan orang tua, dan peran keluarga sebagai significant other.
2.      Sosialisasi partisipatoris
Sosialisasi partisipatoris (participatory socialization) merupakan pola di mana anak diberi imbalan ketika berprilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.

F.     Proses sosialisasi
Proses sosialisasi menurut para ahli antara lain sebagai berikut:
1.      Menurut George Herbert Mead
George Herbert Mead berpendapat bahwa sosialisasi yang dilalui seseorang dapat dibedakan menlalui tahap-tahap sebagai berikut:
a)      Tahap persiapan (Preparatory Stage)
Tahap ini dialami sejak manusia dilahirkan, saat seorang anak mempersiapkan diri untuk mengenal dunia sosialnya, termasuk untuk memperoleh pemahaman tentang diri. Pada tahap ini juga anak-anak mulai melakukan kegiatan meniru meski tidak sempurna.
Contoh: Kata "makan" yang diajarkan ibu kepada anaknya yang masih balita diucapkan "mam". Makna kata tersebut juga belum dipahami tepat oleh anak. Lama-kelamaan anak memahami secara tepat makna kata makan tersebut dengan kenyataan yang dialaminya.
b)   Tahap meniru (Play Stage)
Tahap ini ditandai dengan semakin sempurnanya seorang anak menirukan peran-peran yang dilakukan oleh orang dewasa. Pada tahap ini mulai terbentuk kesadaran tentang anma diri dan siapa nama orang tuanya, kakaknya, dan sebagainya. Anak mulai menyadari tentang apa yang dilakukan seorang ibu dan apa yang diharapkan seorang ibu dari anak.

Dengan kata lain, kemampuan untuk menempatkan diri pada posisi orang lain juga mulai terbentuk pada tahap ini. Kesadaran bahwa dunia sosial manusia berisikan banyak orang telah mulai terbentuk. Sebagian dari orang tersebut merupakan orang-orang yang dianggap penting bagi pembentukan dan bertahannya diri, yakni dari mana anak menyerap norma dan nilai. Bagi seorang anak, orang-orang ini disebut orang-orang yang amat berarti (Significant other)
c)      Tahap siap bertindak (Game Stage)
Peniruan yang dilakukan sudah mulai berkurang dan digantikan oleh peran yang secara langsung dimainkan sendiri dengan penuh kesadaran. Kemampuannya menempatkan diri pada posisi orang lain pun meningkat sehingga memungkinkan adanya kemampuan bermain secara bersama-sama. Dia mulai menyadari adanya tuntutan untuk membela keluarga dan bekerja sama dengan teman-temannya. Pada tahap ini lawan berinteraksi semakin banyak dan hubunganya semakin kompleks. Individu mulai berhubungan dengan teman-teman sebaya di luar rumah. Peraturan-peraturan yang berlaku di luar keluarganya secara bertahap juga mulai dipahami. Bersamaan dengan itu, anak mulai menyadari bahwa ada norma tertentu yang berlaku di luar keluarganya.
d)     Tahap penerimaan norma kolektif (Generalized Stage/ Generalized other)
Pada tahap ini seseorang telah dianggap dewasa. Dia sudah dapat menempatkan dirinya pada posisi masyarakat secara luas. Dengan kata lain, ia dapat bertenggang rasa tidak hanya dengan orang-orang yang berinteraksi dengannya tapi juga dengan masyarakat luas. Manusia dewasa menyadari pentingnya peraturan, kemampuan bekerja sama--bahkan dengan orang lain yang tidak dikenalnya secara mantap. Manusia dengan perkembangan diri pada tahap ini telah menjadi warga masyarakat dalam arti sepenuhnya.

2.      Menurut Charles H. Cooley
Cooley lebih menekankan peranan interaksi dalam teorinya. Menurut Charles H. Cooley, Konsep Diri (self concept) seseorang berkembang melalui interaksinya dengan orang lain. Sesuatu yang kemudian disebut looking-glass self terbentuk melalui tiga tahapan. sebagai berikut:
a)      Kita membayangkan bagaimana kita di mata orang lain.
Seorang anak merasa dirinya sebagai anak yang paling hebat dan yang paling pintar karena sang anak memiliki prestasi di kelas dan selalu menang di berbagai lomba.
b)      Kita membayangkan bagaimana orang lain menilai kita.
Dengan pandangan bahwa si anak adalah anak yang hebat, sang anak membayangkan pandangan orang lain terhadapnya. Ia merasa orang lain selalu memuji dia, selalu percaya pada tindakannya. Perasaan ini bisa muncul dari perlakuan orang terhadap dirinya. MIsalnya, gurunya selalu mengikutsertakan dirinya dalam berbagai lomba atau orang tuanya selalu memamerkannya kepada orang lain. Ingatlah bahwa pandangan ini belum tentu benar. Sang anak mungkin merasa dirinya hebat padahal bila dibandingkan dengan orang lain, ia tidak ada apa-apanya. Perasaan hebat ini bisa jadi menurun kalau sang anak memperoleh informasi dari orang lain bahwa ada anak yang lebih hebat dari dia.
c)      Bagaimana perasaan kita sebagai akibat dari penilaian tersebut.
Dengan adanya penilaian bahwa sang anak adalah anak yang hebat, timbul perasaan bangga dan penuh percaya diri.

Ketiga tahapan di atas berkaitan erat dengan teori labeling, dimana seseorang akan berusaha memainkan peran sosial sesuai dengan apa penilaian orang terhadapnya. Jika seorang anak dicap "nakal", maka ada kemungkinan ia akan memainkan peran sebagai "anak nakal" sesuai dengan penilaian orang terhadapnya, walaupun penilaian itu belum tentu kebenarannya.

G.    Agen Sosialisasi
Agen sosialisasi adalah pihak-pihak yang melaksanakan atau melakukan sosialisasi. Ada empat agen sosialisasi yang utama, yaitu keluarga, kelompok bermain, media massa, dan lembaga pendidikan sekolah.
Proses sosialisasi akan berjalan lancar apabila pesan-pesan yang disampaikan oleh agen-agen sosialisasi itu tidak bertentangan atau selayaknya saling mendukung satu sama lain. Akan tetapi, di masyarakat, sosialisasi dijalani oleh individu dalam situasi konflik pribadi karena dikacaukan oleh agen sosialisasi yang berlainan.
Agen sosialisasi antara lain sebagai berikut:
1.      Keluarga (kinship)
Bagi keluarga inti (nuclear family) agen sosialisasi meliputi ayah, ibu, saudara kandung, dan saudara angkat yang belum menikah dan tinggal secara bersama-sama dalam suatu rumah. Sedangkan pada masyarakat yang menganut sistem kekerabatan diperluas (extended family), agen sosialisasinya menjadi lebih luas karena dalam satu rumah dapat saja terdiri atas beberapa keluarga yang meliputi kakek, nenek, paman, dan bibi di samping anggota keluarga inti
2.    Teman pergaulan
Teman pergaulan (sering juga disebut teman bermain) pertama kali didapatkan manusia ketika ia mampu berpergian ke luar rumah. Pada awalnya, teman bermain dimaksudkan sebagai kelompok yang bersifat rekreatif, namun dapat pula memberikan pengaruh dalam proses sosialisasi setelah keluarga. Puncak pengaruh teman bermain adalah pada masa remaja. Kelompok bermain lebih banyak berperan dalam membentuk kepribadian seorang individu.
3.      Lembaga pendidikan formal (sekolah)
Menurut Dreeben, dalam lembaga pendidikan formal seseorang belajar membaca, menulis, dan berhitung. Aspek lain yang juga dipelajari adalah aturan-aturan mengenai kemandirian (independence), prestasi (achievement), universalisme, dan kekhasan (specificity). Di lingkungan rumah seorang anak mengharapkan bantuan dari orang tuanya dalam melaksanakan berbagai pekerjaan, tetapi di sekolah sebagian besar tugas sekolah harus dilakukan sendiri dengan penuh rasa tanggung jawab.
4.      Media massa
Yang termasuk kelompok media massa di sini adalah media cetak (surat kabar, majalah, tabloid), media elektronik (radio, televisi, video, film). Besarnya pengaruh media sangat tergantung pada kualitas dan frekuensi pesan yang disampaikan.
Contoh:
a)      Penayangan acara SmackDown! di televisi diyakini telah menyebabkan penyimpangan perilaku anak-anak dalam beberapa kasus.
b)      Iklan produk-produk tertentu telah meningkatkan pola konsumsi atau bahkan gaya hidup masyarakat pada umumnya.

H.    Sosialisasi kepemudaan
Proses sosialisasi adalah proses kehidupan yang dialami oleh para pemuda Indonesia tiap hari baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat membawa pengaruh yang besar pula dalam membina sikap untuk dapat hidup di masyarakat. Proses sosialisasi itu berlangsung sejak anak ada di dunia dan terus akan berproses hingga mencapai titik kulminasi.

I.       Potensi Pemuda
Pemuda adalah asset bangsa. Dengan peran pemuda, akan mencapai cita-cita bangsa. Jadi, dapat disimpulkan peran pemuda sangat penting untuk mencapai cita-cita bangsa. Jika suatu bangsa melahirkan pemuda yang memiliki intel yang tinggi, memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas, maka akan tercipta suatu Negara yang maju, dan tentunya tidak akan menjadi Negara yang tertinggal.

J.      Masalah-Masalah yang dihadapi Pemuda

Sebagaimana dikemukakan di atas, generasi muda dalam proses pertumbuhan dan perkembangannya menghadapi berbagai permasalahan yang perlu diupayakan penanggulangannya dengan melibatkan semua pihak. Permasalahan umum yang dihadapi oleh generasi muda di Indonesia dewasa ini antara lain sebagai berikut : 
a)      Terbatasnya lapangan kerja yang tersedia. Dengan adanya pengangguran dapat merupakan beban bagi keluarga maupun negara sehingga dapat menimbulkan permasalahan lainnya.
b)      Penyalahgunaan Obat Narkotika dan Zat Adiktif lainnya yang merusak fisik dan mental bangsa.
c)      Masih adanya anak-anak yang hidup menggelandang.
d)     Pergaulan bebas diantara muda-mudi yang menunjukkan gejala penyimpangan perilaku (Deviant behavior).
e)      Masuknya budaya barat (Westernisasi Culture) yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa kita yang dapat merusak mental generasi muda.
f)       Perkimpoian dibawah umur yang masih banyak dilakukan oleh golongan masyarakat, terutama di pedesaan.
g)      Masih merajalelanya kenakalan remaja dan permasalahan lainnya. Permasalahan tersebut akan berkembang seiring dengan perkembangan jaman apabila tidak diupayakan pemecahannya oleh semua pihak termasuk organisasi masyarakat, diantaranya KARANG TARUNA . Salah satu kegiatan Karang Taruna Kelurahan Hegarsari Kecamatan Pataruman yang merupakan Karang Taruna berprestasi dalam bidang Perbengkelan.
K.    Potensi-potensi Generasi Muda
Potensi-potensi yang ada pada generasi muda perlu dikembangkan adalah sebagai berikut:
a)      Idealisme dan daya kritis
b)      Dinamika dan kreatifitas
c)      Keberanian mengambil resiko
d)     Optimis kegairahan semangat
e)      Sikap kemandirian dan disiplin murni
f)       Terdidik
g)      Keanekaragaman dalam persatuan dan kesatuan
h)     Patriotisme dan nasionalisme
i)        Sikap kesatria
Pemuda adalah kunci sukses sebuah negara. Oleh karena itu, sebagai  pemuda penerus bangsa, kita harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan berbudi pekerti luhur agar kelak kita dapat membuat bangsa Indonesia ini menjadi lebih baik dari sekarang.



BAB III
PENUTUP

A.    Simpulan
Berdasarkan tinjauan pustaka dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pemuda dan sosialisasi keterkaitan satu sama lain.
Pemuda merupakan salah satu kunci dalam pembangunan dan kebangkitan dalam suatu Negara. Namun, yang jadi permasalahan sekarang adalah, pemuda umumnya berada dalam tahap remaja. Remaja adalah masa dimana masa-masa mencari jati diri. Apabila pada masa ini seseorang salah bergaul dan salah dalam mengambil keputusan maka akan sangat berpengaruh terhadap masa depanya kelak.
Yang juga jadi masalah bangsa Indonesia adalah, pemuda-pemuda Indonesia zaman sekarang tidak perduli dengan nasib bangsanya sendiri, mereka lebih menganut dan menikmati budaya luar yang mereka rasa lebih simple dan mengikuti zaman. Juga berbagai kerusakan moral yang mereka alami karena pengaruh budaya luar dan media massa.
Solusi dari semua ini adalah, masyarakat, keluarga, dan lingkungan sekolah sebagai agen dari sosialisasi pemuda Indonesia, hendaknya memberikan contoh, nasehat, dan masukan yang baik terhadap generasi muda Indonesia.
Pemuda adalah kunci sukses sebuah negara. Oleh karena itu, sebagai  pemuda penerus bangsa, kita harus memiliki rasa nasionalisme yang tinggi dan berbudi pekerti luhur agar kelak kita dapat membuat bangsa Indonesia ini menjadi lebih baik dari sekarang. Dan itu semua dimulai dari diri kita sendiri, dari kemauan dan upaya kita demi menjadi generasi muda dan penerus bangsa Indonesia yang membanggakan.



B.     Saran
 Berdasarkan tinjauan pustaka dan pembahasan pada bab sebelumnya, juga berdasarkan simpulan yang penulis dapatkan dari karya tulis ini. Penulis memiliki saran untuk para pembaca sebagai berikut :
1.      Sebagai pemuda Indonesia, alangkah bainya jika kita tidak melupakan budaya dan ajaran asi Indonesia. Bukan hal yang salah apabila kita mengikuti zaman dengan mencontoh budaya dari luar, namun yang harus kita lakukan adalah pintar-pintar memilah mana budaya yang bisa diterima baik di masyarakat Indonesia dan mana yang akan menjadi kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia. Mana yang bermanfaat bagi diri kit, lingkungan dan bangsa Indonesia, dan mana yang hanya jadi perusak moral dan norma bangsa Indonesia.
2.      Sebagai agen sosialisasi masyarakat, keluarga dan lingkungan sekolah hendaknya menciptakan lingkungan yang sehat, berbudaya, bernorma dan beragama. Sehingga pemuda-pemuda Indonesia dapat bersosialisasi dengan baik dan mendapatkan pelajaran baik pelajaran teori maupun pelajaran tentang hidup yang baik dan benar.



DAFTAR PUSTAKA

Herwantiyoko, at.all. 1997. MKDU Ilmu Dasar Sosial, Jakarta : Gunadarma.

www.google.com
www.gakhansa.blogspot.com
http://maruthavant.blogspot.com/2010/11/pemuda-dan-sosialisasi.html




Komentar

Postingan Populer